PENERAPAN PASAL 49 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) MENGENAI PEMBELAAN TERPAKSA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN
(Studi Kasus Putusan Nomor: 446/Pid.B/2017/PN Tsm)
DOI:
https://doi.org/10.25157/pustaka.v1i1.2528Abstrak
Pembelaan terpaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan suatu alasan penghapusan pidana sebagai alasan pembenar dan alasan pemaaf. Apabila perbuatan seseorang telah memenuhi unsur suatu pidana akan tetapi tidak dapat dipidana karena melakukan suatu pembelaan atau perlawanan sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa, kesusilaan maupun harta benda baik untuk diri sendiri atupun orang lain. Tidak semua bentuk pembelaan dibenarkan sebagai pembelaan terpaksa, akan tetapi pembelaan tersebut harus memenuhi syarat-saratnya.
Dalam skripsi ini, Penulis merumuskan permasalahan yaitu bagaimanakah penerapan Pasal 49 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai Pembelaan Terpaksa dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor:446/Pid.B/2017/PN Tsm) serta bagaimanakah pertimbangan Hakim dalam menerapkan Pasal 49 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai Pembelaan Terpaksa dalam Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor:446/Pid.B/2017/PN Tsm).
Metode yang digunakan Penulis dalam penelitian skripsi ini adalah metode deskriptif dengan metode pendekatan yuridis normatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Pertama, Pasal 49 KUHP mengenai Pembelaan Terpaksa dalam tindak pidana pembunuhan tidak diterapkan oleh Majelis Hakim karena dakwaan primer dari Jaksa Penuntut Umum yaitu melanggar Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan telah terpenuhi unsur-unsurnya yaitu barang siapa, dengan sengaja dan menghilangkan nyawa orang lain. Kedua, yang menjadi pertimbangan Hakim tidak menerapkan Pasal 49 KUHP mengenai Pembelaan Terpaksa ini adalah karena perbuatan pembelaan tersebut tidak memenuhi unsur-unsur serta asas-asas dari Pasal tersebut. Pembelaan yang dilakukan berlebih sehingga menyebabkan matinya orang. Dalam hal ini terjadi pergeseran niat atau sikap batin dari terdakwa yang awalnya melakukan pembelaan menjadi menghilangkan nyawa orang lain karena serangannya telah selesai serta tidak ada kesimbangan antara serangan dengan perbuatan.
Saran dari Peneliti, sebaiknya penasehat hukum Terdakwa lebih banyak mengajukan hal-hal yang dapat meringankan sebagai eksepsi serta sebaiknya, pembelaan Terdakwa dapat seimbang dan tidak berlebih sehingga dapat dikualifikasikan sebagai pembelaan terpaksa yang dapat menjadi alasan penghapusan pidana.