PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA AKIBAT PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TANPA PESANGON BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 DAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2022 TENTANG CIPTA KERJA

Authors

  • Akis Jahari Universitas Galuh
  • Rachmatin Artita Universitas Galuh

DOI:

https://doi.org/10.25157/caselaw.v4i2.3264

Abstract

Di Indonesia, saat ini perusahaan-perusahaan cenderung mengadopsi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) lebih sering. Hal ini dianggap efisien dan efektif dalam mencapai keuntungan maksimal dengan mengurangi biaya dan jumlah karyawan yang dibutuhkan. Jika perusahaan memiliki karyawan yang banyak, mereka harus memberikan tunjangan-tunjangan, seperti tunjangan kesehatan, tunjangan penghargaan kerja, tunjangan pemutusan hubungan kerja, dan lain-lain, untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan. Namun, karyawan dengan status PKWT mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap kelemahan sistem ini. Mereka merasa tidak yakin mengenai durasi kerja mereka, prospek menjadi karyawan tetap yang berdampak pada kemajuan karir, status, dan posisi mereka sebagai pekerja, serta kurangnya ketentuan yang jelas mengenai pesangon ketika kontrak berakhir. Undang-Undang Ketenagakerjaan menangani perlindungan hak-hak karyawan dalam kasus pemutusan hubungan kerja. Pasal 150 hingga Pasal 172 dalam Undang-Undang tersebut menjelaskan regulasi terkait masalah ini. Pasal 154 ayat (1) dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan mewajibkan perusahaan untuk memberikan pesangon dan/atau sejumlah uang penghargaan (remunerasi) serta mengganti hak-hak yang seharusnya diterima oleh karyawan dalam situasi pemutusan hubungan kerja.

Downloads

Published

31-07-2023

How to Cite

Jahari, A., & Artita, R. (2023). PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA AKIBAT PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA TANPA PESANGON BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 DAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2022 TENTANG CIPTA KERJA. Case Law : Journal of Law, 4(2), 79–100. https://doi.org/10.25157/caselaw.v4i2.3264